Rara Story

Mejor opción es ser tu mismo

SHINee Fanfic Romance Comedy // I Need a Kiss – Part 2

80 Komentar

·       i need a kiss 

·      Title : Babby, I Need a Kiss – Part 2

·         Author : Rasyifa || https://rarastory.wordpress.com

·         Genre : Romance, Fantasy, Little bit of Comedy—maybe–.

·         Main Cast :
– [YOU] Kim Gweboon
– Onew SHINee – Lee Jinki
– Minho SHINee
– Choi Minho

·         Other Cast :

– Find by your self

·         Length : Chaptered.

·         Rating : Teen-General.

·         Summary :

Seorang gadis yang terpaksa harus menikahi seorang lelaki kaya raya, yang bisa berubah menjadi wanita. Awesome!

– —
(!) Ditulis dengan kemampuan diksi dan humor yang rendah.
Di publish untuk memperbanyak arcive.

Happy reading~

– —

Babby, I Need a Kiss

Written by Rasyifa | https://rarastory.wordpress.com

– – –

Harus bagaimana sikapnya saat ditatap Eunsook dengan kedua mata sipit yang dipaksa membulat, mengancam itu. Apa dia harus tertawa terbahak-bahak sambil menepuk pundak wanita  itu kemudian berucap, “Biasa. Namanya juga anak muda. Kalau tidak seperti ini, tidak keren.”

Seratus persen. Disaat itu juga nyawa Jinki pasti akan terancam punah.

Eunsook, ibu kandung Jinki. Lari terbirit-birit dari rumah untuk menemui Jinki yang disekap di kantor petugas keamanan. Dengan tuduhan, melakukan hubungan suami istri kepada anak berumur pas tujuh belas tahun, terlebih hubungan itu tidak didasari status yang jelas.

Yang lebih parah, anak yang menjadi korban Jinki adalah anak dari ketua petugas keamanan tersebut.

Kim Gweboon hanya bisa tersenyum getir meski lebih pada senyum takut, saat  menatap mata wanita yang tidak lain adalah ibu kandung Jinki itu. Sementara Kibum terpesona.

Cantik.

Typenya sekali!

Tapi diakan ibu dari Lelaki tua yang telah lancang meniduri anak gadisnya? huft, sayang sekali. Padahal dia berpikir untuk memberikan Gweboon ibu baru.

Baiklah, sekarang keluarga inti sudah berkumpul di tempat itu. Kim Gweboon dengan ayahnya Kim Kibum dan Lee Jinki dengan ibunya Lee Eunsook. Akan sangat menarik jika ada seorang penghulu diantara mereka. Mereka bisa menjadi keluarga yang sangat bahagia.

Tapi pertanyaannya, siapa yang akan menikah?

Kim Gweboon dengan Lee Jinki.

Atau justru…. Kim Kibum dengan Lee Eunsook?

* * *

Jinki menatap frustasi keluar jendela mobilnya yang sedang berjalan. Langit mulai terlihat berwarna kemerahan. Sudah pagi, dan rasanya seperti bangun dari mimpi buruk.

Sehabis melihat ibunya menangis di kantor petugas keamanan, dengan sesekali terisak memohon. Membuat Jinki  sadar bahwa ini benar-benar bukan mimpi.

Ibunya memohon agar Jinki bisa bertanggung jawab sepenuhnya dengan apa yang terjadi.

Tanggung jawab seperti apalagi, tentu saja menikahi gadis itu.

Kim Kibum shock berat. Tidak bisa berkata. Bukan karena melihat sikap Eunsook—ibu Jinki— yang memohon berlebihan, tapi karena…errr… Lee Eunsook terlihat semakin cantik saja saat menangis seperti itu. Jadi Kibum memutuskan untuk membuat Eunsook menangis lebih lama dengan berpura-pura ‘tidak menyetujui bentuk pertanggung jawaban’ itu.

Bodoh sekali. Mana mungkin Kibum bisa menolaknya. Memang itulah yang ia incar. Pertanggung jawaban.

Sekarang hanya bagaimana tanggapan Jinki dan Gweboon.

Jinki. Masih menganggap ini mustahil. Ya, ampun. Sungguh dia tak melakukan apapun pada gadis itu. Ralat, memang Jinki sempat meremas paha gadis itu. Tapi itu….tidak sengaja. Dan itupun karena terkejut. Bagaimanapun Jinki tak bisa melakukan ‘pertanggung jawaban’ dari apa yang tidak ia lakukan. Tapi sepertinya percuma, Kibum melihat sendiri dengan kedua matanya. Jinki dan Gweboon tidur satu ranjang, dan tangan Jinki menyentuh milik Gweboon.

Di pihak Gweboon. Sama halnya seperti Jinki. Gweboon menganggap ini mimpi buruk. Dia bahkan tidak tahu siapa nama lelaki yang sudah tidur di sampingnya itu. Oh ralat, dia sudah tahu sekarang. Namanya Lee Jinki. Dia tentu bisa mengingatnya saat ayahnya berulang kali menggumamkan nama itu. Nama yang mungkin sebentar lagi akan menjadi nama suaminya. Oh tidak! Hanya Choi Minho-lah  yang pantas menjadi suaminya.

“Seharusnya kau memberitahu ibu kalau  kau sedang mengencani anak orang. Dengan begini tak akan jadi seperti ini,” ucap Eunsook sambil mengusap rambutnya. Jinki menghela nafas berat. Siapa yang bisa percaya apa yang akan dia ucapkan?

“Eomma~. Ini tidak seperti yang eomma kira.”

“Dia sangat cantik Jinki. Dari matanya, sepertinya dia memiliki perasaan yang tulus padamu. Bersiaplah dengan pernikahanmu. Kau akan menikahinya dalam waktu singkat. Saat itu kau bisa melakukan apapun yang kau sukai padanya,” tanpa menghiraukan ucapan Jinki barusan wanita itu melanjutkan ucapannya.  Jinki tak bisa berbuat banyak kalau sudah begini, hanya bisa mengangguk berat.

* * *

Kibum, tersenyum lebar sambil mengemudikan mobilnya. Wajahnya cerah. Kebahagaian menyelimutinya dari ujung kaki sampai ke ujung bulu hidungnya. Akhirnya anak gadisnya satu-satunya ditiduri oleh seorang lelaki. Kibum kembali tersenyum lebar, mengetahui fakta ini.

Tidak. Lebih tepatnya mungkin seperti ini.

Kibum tahu anaknya —Kim Gweboon—- menyukai Choi Minho. Choi Minho si jakung yang tampan, begitu Gweboon menyebutnya. Perasaan Gweboon sudah tumbuh semenjak sepuluh tahun yang lalu. Dan tentu saja perasaan itu sangat dalam. Kibum selalu sedih saat mendapati anaknya memasang wajah suram karena Choi Minho yang tak bisa menghargai perasaannya. Choi Minho, anak itu seperti menarik ulur hubungannya dengan Gweboon. Sebagai seorang ayah yang baik dan tentu saja tampan, Kibum tidak bisa menerima perlakuan yang didapatkan Gweboon dari Minho.

Terlebih, Choi Minho adalah anak dari Choi Siwon —rival Kibum dalam pekerjaan dan bahkan percintaannya.

Dulu semasa kuliah, dia bertanding dengan Choi Siwon untuk mendapatkan hati Almarhum Ibu Gweboon, Minjung. Dan setelah bekerja. Choi Siwon selalu berusaha merebut jabatan ‘ketua’ yang di duduki Kibum. Tentu sangat menyebalkan, dan sangat tidak suka jika anak dari Choi Siwon-lah yang menjadi pasangan anak gadis satu-satunya yang ia miliki.

Lebih baik anaknya ditiduri oleh lelaki tua seperti Jinki. Ah tidak, Kibum menggeleng. Jinki-kan tidak tua. Dia bahkan belum menikah.

Sementara Gweboon yang melihat ayahnya berkelakuan aneh itu hanya bisa terisak dalam hati.

“Ayah. Ayah tidak seriuskan dengan pernikahan itu?” tanya Gweboon akhirnya, menyadarkan Kibum bahwa anak gadisnya sedang ada di sampingnya.

“Tentu saja serius,” jawab Kibum sambil tersenyum. Gweboon mendesah. Mimpi buruk macam apa yang sedang ia alami. Dan kenapa ia tak kunjung bangun.

* * *

Hari ini hari ketiga setelah kejadian paling sial dalam hidup Jinki. Baiklah jangan membahas hal itu lagi, tiga hari yang ia jalani sekarang. Sudah terasa berat., Meski belum ada kabar tentang pertanggung jawabannya itu.

Jinki mengumpulkan semua pakaian kotor. Hari ini adalah hari mencuci. Meski Jinki adalah seorang tuan muda, dia tak pernah membiarkan pakaian dalamnya dicuci oleh para pelayan. Menurutnya itu terlarang.

Baru saja Jinki memeriksa saku celananya, dan dia mendapati sebungkus plastik putih. Dia mengingat-ingat benda apa ini, dan darimana dia mendapatkannya?

Ah…

Saat bertemu Jonghyun, lelaki misterius yang tempo hari ia temui. Dia mengingat-ingat lagi apa fungsi benda ini.

“Baiklah. Kalau anda memang menginginkan hal itu. Ini sebenarnya terlarang, hanya bisa digunakan saat darurat. Tapi hitung-hitung membantu orang. Aku berikan ini padamu,” lelaki itu menyerahkan sebungkus plastik putih berukuran kecil di hadapan Jinki. Jinki mengernyit, tak mengerti.

“Kau tinggal mencampurkannya ke dalam satu gelas air, lalu meminumnya dalam satu tegukan. Kau akan menjadi perempuan setelahnya,” lanjut Jonghyun yang disambut tatapan tak percaya dari Jinki.

“Benarkah?”

Pria dihadapan Jinki mengangguk yakin. Amazing!

“Tapi lakukan disaat bulan purnama. Dan kau hanya bisa menjadi perempuan disaat siang hari. Saat malam kau akan menjadi laki-laki normal.” Jinki mengangguk mengerti, Jonghyun menghela nafas berat.

“Lalu jika aku ingin normal kembali bagaimana?”

“Itu yang sulit. Untuk kembali normal dan tidak berubah menjadi perempuan lagi, kau harus mendapatkan ciuman. Dan ciuman itu kau dapatkan dari gadis yang menyukaimu saat kau sebagai perempuan. Jika kau tak mendapatkannya, ada kemungkinan kau tak akan kembali normal. Kau harus tahu, ini hanya berjalan beberapa bulan.” Jinki lagi-lagi mengangguk mengerti.

Baiklah. Semuanya terdengar mudah.

Jinki mulai bangkit, sebelumnya ia  memberikan cek dengan angka nol yang berderet sembilan buah di belakang angka satu, kepada lelaki bernama Jonghyun. Jonghyun tersenyum senang.

Tuk…Tuk..Tuk

Jinki melangkah keluar dengan ringan, menuju mobil berwarna silver yang terparkir di depan matanya. Jinki sama sekali tidak menyadari bahwa gubuk atau tempat Kim Jonghyun—yang barusan ia datangi  itu—- telah lenyap dengan sendirinya. Hilang tidak berbekas. Seolah tak pernah ada apa-apa disana.

“Apa aku masih memerlukan ini?” ucap Jinki pada dirinya sendiri. Dia mengangkat kedua pundaknya beriringan. Dan menggeletakkan bungkusan itu sembarangan di atas meja. Mungkin untuk sekarang tidak.

* * *

“Ajak Gweboon kemari hari ini. Kita akan membicarakan tempat perayaan dan CEO yang mengurusi pesta.” Jinki menghentikan langkahnya pada anak tangga ke tiga, saat mendengar suara Eunsook dari arah bawah.

Ne?”

“Gweboon. Suruh dia kemari. Katakan padanya kita akan mengurus pesta pernikahan kalian,” jelas Eunsook yang membuat Jinki terbelalak.

Membawa Gweboon ke rumahnya? Bagaimana mungkin?

Jinki tak tahu menahu tentang gadis itu, nomor ponselnya saja tak punya. Bagaimana cara menghubunginya?

“Jinki. Sekalian saja kau jemput dia ke sekolahannya.”

Jinki termangu di tempatnya berdiri. Tiga hari ini, dia mencoba melupakan semuanya. Tapi sekarang, dia seolah-olah disuruh untuk menyambung mimpi buruknya itu lagi.

* * *

Gweboon berjalan lesu di lorong sekolahnya. Kejadian tiga hari yang lalu tiba-tiba terbersit di kepalanya. Terlebih saat ayahnya tadi menanyakan tentang “Bagaimana dengan Jinki. Apa dia sudah mengabarimu tentang pesta pernikahannya?”

Sulit. Bagaimana bisa ia tahu hal itu. Dia sendiri bahkan tak memiliki kontak Jinki. Dan sepertinya Jinkipun juga sama. Wajar saja, mereka memang orang asing, tak saling mengenal.

Gweboon ingat dia bertemu dengan Jinki di jalan saat pulang sekolah, dia sengaja mendorong Jinki hingga terjatuh karena kesal. Dan Jinki juga mengajaknya minum. Yang diartikan lain oleh Gweboon.

Di pub Gweboon juga masih bisa mengingat bahwa dia meminum banyak wine. Setelahnya mungkin dia mabuk. Lalu setelah terbangun, dia mendapati Jinki di sampingnya dengan tangan yang berada dalam saku roknya.

Ya Tuhan! Apa benar-benar telah terjadi sesuatu malam itu?

Gweboon tiba-tiba panik, tak sengaja menabrak seorang lelaki tinggi berwajah tampan yang tidak lain adalah Minho.

“Gweboon, kau tidak apa-apa?” Gweboon mendongak, mendapati Minho yang sedang tersenyum tulus.

Bukan saatnya untuk terpesona dengan wajah itu Gweboon.

“Kau ingin pulang. Bagaimana jika ku antar?” lanjut lelaki itu manis, Gweboon lagi-lagi hanya terdiam. Dan melihat respon yang diberikan Gweboon. Minho berinisiatif menariknya, atau lebih tepatnya memaksa Gweboon untuk menerima ajakannya. Gweboon pasrah. Tidak bisa menolak, karena sebenarnya diapun tak ingin menolak.

“Sepertinya kau ada masalah. Tak ingin berbagi denganku?” ucap Minho sambil memasangkan helm berwarna merah muda ke kepala Gweboon. Jika Gweboon dalam keadaan sadar seperti biasanya, detak jantungnya akan berdegup sangat kencang dan tak henti-hentinya memasang senyum tiga jari ke arah Minho. Tapi kali ini, dia diam.

“Gweboon.” menyebutkan nama itu cukup keras, membuat sang gadis tersentak dan akhirnya menyadari bahwa sedari tadi ada seorang lelaki yang berusaha mengajaknya bicara.

“Sepertinya aku harus membawamu refreshing. Kau nampak seperti zombie belakangan ini!” Gweboon tersenyum getir mendengar penuturan itu.

* * * 

Jinki menggoes sepedanya santai.

Tralala….tralili…tralalalalili…

Bersenandung kecil sambil mengamati setiap pemandangan yang dia jumpai.

Jinki memang tuan muda. Dia bahkan sangat kaya. Saking kayanya dia bisa membeli seratus mol besar beserta isinya tanpa menjual sepuluh rumahnya yang tersebar di wilayah Korea Selatan. Dan dia juga masih memiliki sisa uang untuk mengontrak pesawat ruang angkasa selama sepuluh tahun untuk melakukan perjalanan mengelilingi galaksi bima sakti.

Tapi kemana-mana Jinki selalu berpergian dengan sepedanya. Baik ke kantor atau bahkan jalan-jalan.

Menghemat energi dan mengurangi polusi udara, itu alasan kerennya. Tapi lebit tepatnya karena Jinki memang tidak bisa mengendarai motor atau mobil. Selagi ayahnya hidup, ayahnya hanya sempat mengajarinya naik sepeda. Dan saat ingin belajar mengendarai motor, ayahnya terlanjur meninggal dunia. Tinggalah Jinki beserta ibunya yang cantik di dunia ini dengan kehidurpan kaya raya yang ditinggalkan Ayah Jinki.

Ttiitt…

Suara klakson dari arah belakang membuat Jinki terlonjak ke belakang. Hampir terjatuh, untung Jinki bisa menguasai kemudi dengan cepat. Dia ingin bersumpah serapah kepada pengendara motor yang barusan mengklaksonnya. Andai saja dia tak melihat gadis yang sedang duduk di atas motor itu.

Kim Gweboon.

Bukankah gadis itu yang Jinki cari tahu selama tiga hari belakangan ini? Jinki menggoes sepedanya lebih cepat, sambil berteriak-teriak.

“Ya, hentikan motornya! Kau gadis yang dibonceng. Kau masih ingat aku?” Tapi alih-alih Gweboon dan pengendara yang tidak lain adalah Minho itu berhenti. Yang ada Jinki, justru mendapatkan tatapan aneh dari orang-orang yang melihatnya.

Ckiiiit~~

Lampu merah.

Jinki benar-benar beruntung.

“Hey, Gweboon. Itu namamu kan?” Ucap Jinki setelah berhasil mengehentikan sepedanya tepat di samping motor yang dinaiki Gweboon.

Gweboon yang dipanggil namanya menoleh. Dan memicingkan mata seketika saat melihat ada Jinki di hadapannya.

“K…kkau?”

“Iya ini aku. Ada yang perlu aku bicarakan denganmu.” Ucap Jinki yang disambut tatapan heran dari Gweboon.

“Kau masih ingat masalah kitakan. Kita harus segera mengurusnya,” lanjut Jinki.

Ti..ti…tit.

Jinki menghela nafasnya.  Para pengendara di belakang Jinki sepertinya sudah kehilangan kesabaran.  Lampunya sudah berubah warna menjadi hijau, sejak tiga detik yang lalu.

“Baik. kita akan bertemu di café X pukul lima. Kita bicarakan disana!” Ucap Gweboon, sebelum akhirnya menjauh dari pandangan Jinki.

* * *

“Siapa itu tadi?” ucap Minho akhirnya bersuara. Gweboon tersenyum canggung.

“Hanya orang yang ku kenal. Aku memiliki ‘bisnis’ dengannya.” Jawab Gweboon, Minho mengangguk mengerti.

Gweboon benar-benar kecewa. Bahkan Minho tak ingin tahu lebih lanjut tentang masalahnya. Padahal Gweboon berharap Minho cemburu.

“Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Aku ada janji mengantar Jessica ke butik dan merayakan pesta kelulusan bersama Sulli!” Minho menghentikan motornya di depan komplek perumahan Gweboon.

Dengan berat hati Gweboon turun, menatap sambil tersenyum ke arah Minho. Meski sebenarnya kecewa.

“Terimakasih Oppa.” Minho mengangguk, dan mengecup kening Gweboon yang baru saja melepaskan helm berwarna merah muda itu.

“Sampai jumpa manis. Selamat bersenang-senang dengan kecanmu,” ucap Minho tulus dan akhirnya meninggalkan Gweboon ditempatnya berdiri.

Gweboon memandang punggung Minho yang semakin menjauh.

Minho selalu seperti itu. Pintar mempermainkan perasaan Gweboon. Untuk apapula dia mengecup kening Gweboon dan akhirnya mengucapkan selamat berkencan. Ah, mungkin salah paham dengan Jinki tadi.

Mendesah…

Sudah sepuluh tahun mencintai orang itu. Tapi hanya bisa diam dan menerima apa saja yang dilakukan Minho terhadapnya. Semua nama perempuan yang barusan disebut Minho, bahkan semua itu adalah daftar nama pacarnya. Tapi tak ada nama Gweboon di dalamnya. Tak pernah.

Kata Minho, Gweboon sudah dianggap sebagi adik. Sementara Gweboon ingin dianggap kekasih untuk Minho.

Sepuluh tahun masih kurang cukup. Apa Gweboon harus menunggu lagi?

Seperti yang dikatakan Jinki, menunggu untuk sesuatu yang diinginkan. Itu bukan masalah besar.

Mendesah untuk yang kedua kalinya.

Baiklah menunggu lagi. Mungkin sepuluh tahun lagi. Dan semua itu untuk Minho. Sesuatu yang ia inginkan.

– – –

Jinki sudah duduk di dalam café itu. Menunggu kedatangan Gweboon sambil menyedot coffelate yang tergeletak manis di depannya.

Kenapa Jinki tiba-tiba merasa gelisah. Bagaimana jika gadis itu tidak menepati janjinya. Bagaimana jika Jinki tidak bisa menemuinya lagi?

“Baik. kita akan bertemu di café X pukul lima. Kita bicarakan disana!” Ucap Gweboon dan sebelum akhirnya menjauh dari pandangan Jinki.

Jinki mengingat-ingat kembali apa yang diucapkan Gweboon siang tadi. Jinki yakin Gweboon menyuruhnya menunggu di café X, di café ini. Tapi kenapa Gweboon belum datang, padahal ini sudah pukul lima lewat dua menit.

Kriiiing

Pintu café itu terbuka, dan membuat suara bel merdu bergema. Jinki menoleh pada sosok gadis yang baru saja masuk.

Gadis cantik dengan rambut spiral tergerai dihias pita berwarna putih.

Memakai baju rok rajutan berwarna senada dengan pitanya, dan tak lupa pula cardigan berwarna peach sebagai luaran.

Itu Gweboon.

Dia terlihat anggun. Dan begitu cantik, di mata Jinki.

Sementara Gweboon yang sedang berdiri di depan pintu, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Dan akhirnya mengangguk kecil saat melihat Jinki melambaikan tangannya ke arah Gweboon.

Lelaki itu manis juga.

Dengan kaus putih tangan tiga perempat, yang bermotif garis hitam. Dan celana jeans yang terlihat casual.

Dia tidak nampak tua. Ah tentu saja, dia memang tidak tua. Dia bahkan belum menikah-kan.

Gweboon tersenyum canggung, dan akhirnya duduk di kursi yang sudah ditarikkan oleh Jinki. Jinki membalas senyum Gweboon dengan senyum aneh dan berlalu ke kursinya.

“Selamat datang.” Jinki berucap manis dan membuat Gweboon bersemu merah. Tidak menyangka, Jinki bisa memasang wajah setampan itu.

“Terimakasih. Maaf. membuatmu menunggu lama,” balas Gweboon sopan. Jinki tersenyum tulus dan menggeleng.

“Tidak. Kita hampir datang bersamaan.”

Ah..perbaiki adegan ini. Karena nyatanya bukan itu yang terjadi. Semua itu adalah harapan Gweboon, yang sebenarnya terjadi adalah….

Jinki melambai-lambai sambil berteriak ke arah Gweboon. Gweboon memicingkan mata melihat tingkah memalukan itu. Dengan tergesak, dia berjalan mendekati Jinki.

“YA GADIS ANAK KIM KIBUM!” Jinki berteriak.

Maaf, Jinki lupa nama Gweboon. Hanya ingat nama Ayahnya. Karena sewaktu di kantor keamanan, Jinki tak henti-hentinya melihat name tag lelaki itu. Ck, padahal ibunya sendiri mengingat nama gadis itu dengan baik —hanya dengan sekali dengar—. Begitu bodohnya ia, sampai dia sendiri bahkan lupa. Siang tadi bahkan dia masih mengingatnya.

“HENTIKAN! KAU MEMBUATKU MALU!” bentak Gweboon sarkatis. Jinki menelan air liurnya sendiri. Takut.

Gweboon yang melihat itu hanya mendesah berat, lalu duduk di kursi yang berada di depan Jinki secara kasar. Tak mempedulikan orang-orang yang memperhatikan sikapnya.

Penampilannya terlihat sebuah kebohongan besar di mata Jinki. Seharusnya Gweboon memakai celana levis sobek-sobek saja, dengan kaus tanpa lengan berwarna hitam. Dan rambut itu…ikat saja sembarangan. Bukan rok yang terlihat manis dan rambut spiral yang harum sampoo-nya bahkan tercium oleh Jinki.

“Aku tidak ingin menikah denganmu,” ucap Jinki tiba-tiba pada intinya. Gweboon membulatkan matanya dan menatap bingung.

“Siapa juga yang ingin menikah denganmu.” balas Gweboon yang direspon dengan sebuah delikan mata yang tajam.

“Kau itu masih kecil. Tidak bisa apa-apa. Dicentil sedikit juga menangis. Sopan sedikit bicara denganku.” Sahut Jinki. Wajah Gweboon mulai memerah. Dicentil sedikit juga menangis? Ah…Gweboon tidak pernah menangis. Dia bahkan selalu menang jika berkelahi dengan teman-temannya. Yang membuat Gweboon menangis  hanya ada tiga hal, yang pertama saat ia kehilangan ibunya, yang kedua saat mencium kaus kaki Kibum —ayahnya—, yang ketiga yaitu Choi Minho.

“Kau yang terlalu tua. Dasar psyco!”

“Ya. Jaga bicaramu!”

“Kau yang harus menjaga bicaramu. Kau duluan yang menyulut api, aku hanya menambahkan bensinnya.”

“Kau ini benar-benar.” Jinki menghentikan adu mulutnya. Tidak akan selesai jika tidak dia yang mengakhiri. Sementara orang-orang di dalam café itu semakin menatap aneh mereka berdua.

“Baiklah, sekarang harus bagaimana?”

“Bagaimana apanya. Kau pikirkan saja caranya sendiri. Yang jelas tidak ada pernikahan.” Gweboon mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke atas meja. Memberikan isyarat bahwa ucapannya barusan harus dilaksanakan. Atau tidak, dia akan melakukan sesuatu yang membuat kehidupan Jinki terancam.

“Kau pikir untuk apa aku mengajakmu kemari. Tentu saja untuk bertukar pikiran, jika  akhirnya seperti ini. Kita tak punya pilihan. Pernikahan pasti di depan mata.” Jinki berucap serius, sementara Gweboon memanggil seorang pelayan dan memesan minuman serta waffle kesukaannya.

“Lalu harus bagaimana. Aku sendiri tak tahu apa-apa. Saat itu aku dalam keadaan mabuk. Jadi aku tak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi. Aku juga tidak tahu. Mungkin saja kau benar-benar melakukan ‘itu’ padaku.” Jinki menghela nafasnya berat.

“Siapa suruh kau mabuk. Saat itu aku bilang ingin mentraktirmu minum es jeruk. Bukan wine. Kau tahu, aku benar-benar rugi karenamu!”

“…..”

“Aku meghabiskan ber-won-won untuk membayar bon wine mu. Dan aku juga harus membayar kamar yang kau pakai. Lalu sekarang, ayahmu memintaku menikahimu? Salah apa aku.” Gweboon mengangkat sebelah alisnya sambil memutar bola matanya malas.

“Kau juga memakai kamar itukan. Jadi ya kau memang bertanggung jawab membayarnya. Disaat itu aku tidak tahu apa-apa. Lagipula..ibumu yang memohon untuk bertanggung jawab. Ayahku bahkan sempat ingin menolaknya bukan?”

Skekmat.

Apa yang diucapkan Gweboon benar. Jinki mengerucutkan bibirnya sebal. Bagaimana cara membuat gadis di depannya ini kalah telak.

Kring

Pintu café kembali terbuka. Dan sepasang laki-laki dan perempuan masuk ke dalam café itu. Gweboon yang duduk mengarah ke pintu, melihat jelas siapa yang ada di depannya sekarang.

Itu Minho, dengan seorang gadis—tidak tahu siapa, mungkin Sulli atau Jessica—-.

Tiba-tiba ruangan berAC yang semula terasa sejuk terasa memanas. Mata Gweboon juga mulai berair, tak sanggup melihat kemesraan yang ditunjukkan Minho pada gadis di sisinya.

Kenapa Gweboon bertemu Minho?

Kenapa Minho terlihat mencintai gadis itu. Meski Gweboon tahu, Minho selalu seperti itu kepada setiap pacarnya.

Tapi tetap saja, Gweboon…benar-benar tak menyukainya. Dia cemburu.

Jinki, yang menyadari perubahan raut wajah dan sikap Gweboon. Segera menoleh ke arah dimana mata Gweboon memandang.

Sepasang kekasih sepertinya. Lalu apa hubungannya dengan Gweboon.

“Pacarmu berselingkuh?” tanya Jinki tiba-tiba, yang kali ini lagi-lagi langsung ke intinya. Gweboon yang mendengarnya menggeleng pelan, sambil berusaha menahan airmata.

“Dia bukan pacarku. Dia hanya orang yang aku inginkan menjadi pacarku.” Apapula yang membuat Gweboon berucap jujur seperti ini. Entahlah, dia hanya merasa membutuhkan teman untuk berbagi cerita. Dan sepertinya Jinki bisa.

“Oh…yang sabar ya!” singkat dan sama sekali tak bermakna, itulah sahutan Jinki. Gweboon hanya bisa menghela nafasnya berat. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau.

“Kalau memang tidak bisa dihindari. Kita jalani saja.”

“Eoh?” Jinki mendadak kebingungan, apa maksudnya ‘kita jalani saja’. Gweboon tersenyum getir.

“Kita berusaha membujuk kedua orang tua kita untuk membatalkan pernikahan ini. Jika memang tidak bisa. Kita jalani saja. Kalau memang saat menjalaninya juga tidak bisa. Ya kita bisa bercerai.”

Jinki termenung. Kedengarannya mudah, simple. Tapi dengan umur Jinki yang sudah mencapai seperempat abad, dia bisa tahu bahwa saat menjalani semua yang terdengar ‘mudah, simple’ itu akan sangat berat. Gadis di depannya ini tak tahu apa-apa.

“Lagipula, ayah mengancamku. Jika aku tak menikah, dia tak akan memberikanku uang. Dia tak akan menafkahiku sebagai anak,” lanjut Gweboon yang membuat kedua buah mata Jinki terbelalak.

“Benarkah?”

“Heum..”

Jinki terdiam, berpikir. Mendesah lalu melihat wajah gadis di depannya.

Wajah itu cantik, jauh dari buruk. Latar belakangnya juga sudah jelas, dari ketua keamanan masyarakat.

Jika gadis itu menjadi pengantinnya. Dia tidak akan menderita.

“Baiklah, ayo kita mencobanya.” jawaban Jinki barusan, membuat wajah Gweboon yang semula menekuk, terangkat perlahan.

“Kau serius?”

“Ya. Lagipula mana aku tega, membiarkan anak kecil sepertimu tidak diberikan uang jajan oleh ayahnya.” Gweboon tersenyum mendengar penuturan Jinki.

Degh… dada Jinki berdesir di detik itu juga.

Senyum itu…terlalu manis. Dan Jinki ingin melihatnya lagi. Bisakah Gweboon tersenyum lebih lama untuknya?

“Deal?!” Gweboon tiba-tiba menjulurkan telapak tangannya ke arah Jinki. Dengan gugup Jinki meraihnya, “Deal.”

Kedua orang itu lalu tersenyum beriringan, sambil menggoyang-goyangkan telapak tangan mereka yang saling bertautan. Manis sekali. Terlihat benar-benar serasi sebagai pasangan kekasih.

Andai diantara mereka berdua ada sesuatu yang bernama ‘cinta’. Ini akan menjadi ‘sempurna’.

Sementara itu, jauh di pojok ruangan café tersebut. Sepasang mata milik lelaki bernama Minho itu tak pernah luput melihat ke arah Gweboon dan Jinki. Ia menatap geram pemandangan di depan matanya. Saat melihat Gweboon dan Jinki berbalas senyum dengan telapak tangan bertaut.

Sebenarnya bisnis apa yang dilakukan Gweboon dengan lelaki itu?

Siapa lelaki itu?
Kenapa mereka tidak terlihat seperti rekan bisnis?
Apa Gweboon menyukainya?
Atau lelaki itu, pacarnya?

Minho benar-benar kalut dengan pemikirannya sendiri. Sampai-sampai ia tak menghiraukan gadis yang sedang berceloteh di sampingnya.

Dan ketika melihat Gweboon dan Jinki bangkit dari duduknya, Minho refleks ikut bangkit.

“Kau mau kemana?”

“Sulli. Ku pikir kita sudah tidak cocok lagi. Mulai saat ini kita putus.” ucap Minho tanpa menoleh ke arah gadis yang  ada di sampingnya.

 Gadis itu  mengernyit, dan mencengkram kuat lengan Minho, saat Minho berusaha beranjak dari duduknya. Apa yang barusan Minho katakan.

“Putus?”

Minho tak menggubris, dan melepaskan cengkraman itu begitu saja. Lalu berlalu dengan cepat. Gadis itu berteriak tak terima dengan perlakuan Minho, “PUTUS APANYA? LAGIPULA NAMAKU KRYSTAL, BUKAN SULLI. YA MINHO!”

Tapi Minho tak peduli  sedikitpun dengan gadis itu. Mau Sulli ataupun Krisytal, terserah…

 Yang dia pedulikan sekarang, hanyalah Kim Gweboon. Seorang gadis yang sudah ia anggap sebagai ‘adik’. Dan dia menjadi sangat marah saat ‘adik’nya berduaan dengan lelaki lain.

Sebenarnya ada apa dengan Minho?

Sepuluh tahun menganggap Gweboon seorang adik. Apa sekarang berubah pikiran?

* * *

“Bayar!” Gweboon menghentikan langkahnya di belakang Jinki, saat tubuh Jinki juga mendadak berhenti berjalan, “Bayar?” bingung Gweboon.

“Dasar wanita. Maunya gratisan. Tadi kau pesan apa di café? Waffle dan Americano. Iyakan? semuanya jadi…100 ribu won.” Gweboon membulatkan matanya.

Seratus ribu won?

“Mahal sekali.”

“Makanya aku minta kamu membayarnya! siapa suruh memesan menu yang mahal.”

“Tapi bukannya kau sudah membayarnya di kasir?”

“Hemm..memang. Tapi kau belum membayar bon-mu pada ku!”

“Maksudnya?” Gweboon bertambah bingung. Sementara Jinki menggeleng frustasi. Ck, strategi macam apa yang dilakukan gadis di depannya. Berpura-pura bodoh lalu tidak ingin membayar.

“Aku hanya menyatukan bon-mu dan bonku menjadi satu. Agar lebih mudah saat di kasir. Tapi kau tetap harus membayar bagianmu.”

“Kau tidak mentraktirku?” Gweboon berucap polos. Setahu dia, saat lelaki dan perempuan makan bersama. Maka sang lelaki lah yang berkewajiban membayar tagihannya. Seperti yang Minho lakukan padanya selama ini.

“Tidak. kapan aku bilang ingin mentraktirmu. Lagipula yang ingin bertemu di café inikan kamu. Bukan aku. Jika ada istilah traktir, Kau yang harus mentraktirku.” Gweboon menghela nafas. Ternyata Jinki pelit.

“Tapi aku tidak punya uang, bapak tua. Kau tahu aku hanya anak kecil yang diberi uang jajan per hari oleh orang tua,” Gweboon memasang wajah memelas. Lucu, terlihat menggemaskan.

“Kau bisa mencicilnya.” sahut Jinki yang sebenarnya sedikit tidak rela. Ini karena wajah Gweboon. Dia terpaksa membuat keringanan.

“Huh?”

“Untuk mempermudah menagihnya. Berikan aku nomor ponselmu!”  Tanpa memperdulikan reaksi Gweboon, Jinki menarik ponsel yang ada di tangan Gweboon secara paksa. Lalu menghubungi nomer ponselnya melalui handphone Gweboon.

Jinki tiba-tiba berdecak, saat menemukan bahwa pulsa handphone Gweboon tidak mencukupi untuk melakukan sebuah panggilan. Dasar kere.

“Pakai short message saja. Aku punya gratisan untuk itu.”

Lagi-lagi Jinki berdecak. Ck…gratisan?

* * *

Jinki duduk di tepi ranjangnya. Menatap jendela kamarnya yang terbuka, menghamparkan pemandangan malam kota Seoul yang bercahaya karena sinar lampu.

Dia sudah menyampaikan pada ibunya. Mereka berdua —Jinki dan Gweboon— setuju untuk menikah. Dan untuk mengurus segalanya, mereka berdua sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Eunsook, ibu Jinki.

Ibunya terlihat sangat bahagia mendengar Jinki. Dan dia juga menambahkan kalau pesta pernikahannya akan berlangsung dua minggu lagi. Jinki tak banyak bicara, sudah menyerah.

* * *

Dilain sisi, Gweboon sedang termenung. menatap buku diary-nya.  Buku yang berisi semua cerita tentang dia dan Minho.

 Dreettt

Melihat nama ‘Minho oppa’ di layar ponselnya. Gweboon yang semula termenung, tersenyum cerah. Tidak menunggu lama, panggilan itu lekas ia angkat.

“Oppa. sudah selesai dengan kencannya?” ucap Gweboon dari balik telponnya. Terdengar suara nafas Minho yang mendesah.

“Bukankah aku yang seharunya menanyakan itu?” Gweboon mengernyit bingung.

“Maksudnya?”

“Tadi saat di café, kenapa kau tidak menyapaku? Aku yakin kau juga melihatku di café itu.” Gweboon terdiam. Tidak mengerti kenapa tiba-tiba Minho menanyakan hal ini.

“Bukankah oppa sedang bersama pacar oppa. Aku tidak ingin mengganggu.”

“Jadi kau lebih memilih lelaki itu daripada aku?”

“Huh?”

“Karena kau sudah memiliki pacar baru. Kau membuang ‘oppa’mu ini. Wah tidak ku sangka Gweboon besar sekejam ini…”

Tut…

Telfonnya terputus. Menyisakan kebingungan di dalam pikiran Gweboon.

Ini bukan kali pertama Minho seperti ini. Minho memang akan marah pada Gweboon saat Gweboon nampak dekat dengan laki-laki lain, selain Minho dan Kibum tentunya. Tapi beda halnya jika Minho yang berdekatan dengan perempuan lain. Gweboon tak berhak marah, jangankan marah, menanyakan yang macam-macam seperti, “Itu pacar oppa?” saja tidak boleh.

Siapakah sebenarnya yang kejam disini?

Gweboon sudah menyukai Minho, sejak sepuluh tahun yang lalu. Saat usianya masih tujuh tahun, dan Minho Sembilan tahun. Dia menyukai Minho sejak Minho menghiburnya di hari kematian Ibunya. Minho dengan tulus menghibur hati Gweboon kecil.

Setiap Gweboon bersedih, Minho akan melakukan apa saja untuk membuat Gweboon senang. Menari-nari seperti monyet, berwajah jelek seperti squidword…dia rela melakukannya untuk Gweboon, asal Gweboon bisa tersenyum dan tertawa lagi. Dan Gweboon menyukai Minho yang seperti itu.

– – –

Mimpi buruk itu berlanjut…

Jinki menggoes sepedanya di siang hari yang terik. Panas, dan membuat badan benar-benar terasa gerah.

Sedikit lagi sampai. Bahkan tanda-tanda tempat tujuan Jinki sudah terlihat.

Ckiiiit~

Meremas rem dengan kuat, menghentikan laju sepedanya tepat di depan sebuah sekolah menengah atas.

Murid-murid yang baru saja keluar dari gerbang sekolah nampak menatap Jinki dengan pandangan menyelidik.

Sekarang pemuda itu menjadi pusat perhatian semua orang.

Cuek saja, toh dia tak punya urusan dengan semua itu. Dia datang kemari untuk seorang gadis.

Kim Gweboon.

Dan itu dia Gwebooon. Gadis itu nampak sedang berjalan dengan langkah besar, mendekati Jinki.

“YA GADIS ANAK KIM KIBUM!” teriak Jinki sama persis saat di café, beberapa waktu lalu.

Gweboon yang mendengarnya, terlihat terbirit-birit datang ke arah Jinki. Sementara Jinki tersenyum puas melihat reaksi itu. Memang itulah yang diinginkan Jinki. Yaitu membuat Gweboon mempercepat langkahnya.

“Kenapa kau berteriak seperti itu?” Jinki mengangkat kedua pundaknya cuek, sebagai jawaban. Gweboon berdecak kesal.

“Kenapa  tidak menelponku saja?”

“Apa kau mau membayar tagihan telponku. Uang makan di café saja kau belum membayar sepeser-pun,” sahut Jinki yang membuat Gweboon mengerucutkan bibirnya sebal.

Tidak punya lesung pipit.

Matanya sipit

Pelit.

Apa bagusnya bapak tua di depannya ini.

Gweboon menghela nafas sejenak, lalu mencoba menatap Jinki yang jauh lebih tinggi darinya, “Jadi kita akan pergi sekarang?”

“Kalau kita perginya besok. Aku tak akan menjemputmu sekarang!” Jinki mendorong wajah Gweboon menjauh dengan telunjuknya. Benar-benar tak nyaman jika harus sedekat itu dengan gadis anak Kim Kibum itu.

“Kau ini menyebalkan sekali, bapak tua.” Jinki tak menghiraukan ucapan Gweboon barusan. Dia berusaha sekeras mungkin untuk tidak melihat ke arah Gweboon yang nampak mendumel. Alasannya karena dia tak nyaman.

Tak sengaja, kedua pasang mata itupun bertemu, saat Jinki mengalihkan pandangannya.

Sepasang mata di depannya, menatap tajam ke arah Jinki dengan pandangan tidak suka. Jinki yang tidak tau menahu masalahnya apa, menatap bingung sebagai balasan.

Itu Minho.

Berada tidak terlalu jauh dari Jinki dan Gweboon. Dia menatap tidak suka ke arah Jinki. Seolah membenci Jinki sejak pertama kali melihat.

Ada apa dengan orang itu?

“Bapak tua, kapan kita berangkat?” Jinki menoleh ke arah Gweboon. Gadis itu sedikit memiringkan kepalanya saat bertanya. Menggemaskan sekali.

“Sekarang saja.”

“Baik, dimana mobilmu?”

“Siapa yang akan mengajakmu naik mobil. Kita naik ini!”

Sepeda?

Gweboon menatap tak percaya ke arah Jinki. Sementara Jinki dengan tenang sudah duduk di singgasana kemudinya.

* * *

Greaat…greooott…graaat

Pantat Jinki nampak bergoyang-goyang saat menggoes sepedanya. Gweboon beberapa kali meringis kesakitan.

Tempat boncengan yang di duduki Gweboon sangat tidak nyaman. Gweboon yakin ini akan berbekas di pantatnya.

“Sudah sampai.” Gweboon buru-buru turun dari sepeda itu. Menatap kesal ke arah Jinki. Seolah ingin melahapnya di detik itu juga.

Tapi tidak jadi. saat melihat toko perhiasan di depan matanya.

Ya ampun…semua perhiasan itu terlihat benar-benar berkilau. Apa Gweboon boleh membawanya pulang ke rumah?

“Apa yang sedang kau lihat. Ayo masuk!” Jinki mendahului Gweboon berjalan. Mendorong pintu toko itu, lalu  masuk dengan santai.

Oh Jinki-kan orang kaya. Dia bahkan bisa membeli toko perhiasan yang sepuluh kali lebih besar dari yang ini.

Gweboon yang melihat  Jinki mendahuluinya, dengan cepat menyusul. Berharap langkahnya ini bisa membawanya masuk ke toko itu, sebelum pintu yang didorong Jinki itu kembali menutup.

Bughh

Gweboon, sukses membentur pintu.

Jinki yang melihat semua itu hanya menggeleng mengejek. Payah, kampungan sekali!

“Lagipula kenapa kau harus berlari seperti itu. Jika pintunya tertutup kau hanya perlu mendorongnya!” ucap Jinki tepat di depan Gweboon.

Gweboon tak menyahut apa-apa. Dia malu. Dan memasrahkan diri saja saja saat Jinki menariknya.

Diakan hanya seorang anak kecil yang dicentil sedikit juga menangis, kenapa Jinki memperlakukannya begitu kasar? Gweboon ingin pulang, dan memukul guling di kamar sekarang.

* * *

“Pilihlah!” Jinki menyuruh Gweboon memilih deretan cincin yang tergeletak di dalam lemari kaca, di depan mereka. Gweboon menatap ragu ke arah Jinki.

Semua inikan mahal.

Bapak tua inikan pelit.

Apa benar, Bapak tua menyuruhnya memilih cincin-cincin ini. Jinki yang ditatap seperti itu, mengerti apa yang ada di pikiran Gweboon.

“Sudahlah. Inikan pernikahan. Setidaknya untuk yang satu ini aku harus royal. Lagipula hanya membeli cincin satu pasang. Aku tak akan bangkrut.”

Gweboon tersenyum lebar mendengarnya.

Dan tanpa banyak membuang waktu, dia  memilih sepasang cincin.

Yang paling berkilau…

Yang paling cantik…

Dan, yang paling mahal.

Jinki hendak protes sebenarnya dengan cincin pilihan Gweboon. Tapi tidak jadi, saat melihat senyum Gweboon yang cerah karena cincin pilihannya.

Jinki suka senyum itu. Dia bahkan ingin melihatnya lagi dan lagi. Dan tanpa disadarinya, ia bahkan berpikir. Rela memberikan cincin yang seperti itu, setiap hari. Yang penting, dia juga bisa melihat senyum itu setiap harinya.

Senyum Gweboon.

* * *

“Cantiknya. Kenapa kau mau membelikanku cincin ini?” Gweboon memain-mainkan jemarinya yang dihias cincin. Jinki yang melihat tingkah itu hanya menggeleng meremehkan.

“Cepat habiskan ramen-mu. Atau aku akan meninggalkanmu disini.” Gweboon berdecak sebal mendengar Jinki.

“Bapak tua. Kenapa kau sering marah-marah seperti itu padaku? Seharusnya akulah yang marah padamu. Kau bahkan meniduriku!” Jinki membulatkan matanya.

Plak

Dan dia juga menjatuhkan sumpitnya ke lantai.

Me—meni—meniduriku?

Oh. Jinki benci kalimat itu. Kenapa gadis ini hobby sekali mengungkit hal yang Jinki benci itu.

“Ya, sudah ku bilang itu tidak benar!” Gweboon mendelik saat melihat Jinki berubah panik.

“Benarkah?”

“Hentikan omong kosong ini sekarang juga. Dan cepat habiskan ramen-mu!”

Gweboon dengan usil, menjulurkan ilatnya di depan Jinki. Jinki yang sudah kesal karena ulah anak ingusan di depannya, hendak beranjak. Andai saja Gweboon tidak mencengkram tangannya.

“Apa kali ini aku harus membayar ramen-ku sendiri juga? Uang jajanku sudah habis.”

Jinki menghela nafasnya di tempat.

Gadis, anak Kim Kibum ini benar-benar. 

* * *

Eunsook tersenyum di depan cermin. Sesekali mengelus lembut pundak gadis yang duduk di depannya.

Gweboon, Jinki.

Hari ini mereka akan menikah. Gweboon bahkan sudah memakai gaun putih yang sangat cantik.

Dia benar-benar terlihat seperti seorang putri.

Dan Eunsook—ibu Jinki—- merasa sangat bahagia bisa memiliki menantu secantik Gweboon.

“Ini akan sangat sulit untuk gadis seusiamu.” Gweboon mengangguk kecil dengan senyum tipis, saat mendengar Eunsook berbicara.

“Dulu…Aku juga sepertimu. Aku menikah diusia yang sangat muda. Dan suamiku, dua puluh tahun lebih tau dariku. Itulah mengapa Jinki tak sempat bersama ayahnya dalam waktu yang lama. Saat Jinki lahir, suamiku mulai sakit-sakitan. Dan saat Jinki berusia delapan tahun. Ayahnya meninggal.” Gweboon melihat mata wanita itu nampak berair saat bercerita.

Gweboon menggenggam tangan Eunsook yang menempel di pundaknya dengan tersenyum tulus. Berusaha memberikan kekuatan kepada wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu mertuanya.

“Ah..hari ini kau sangat cantik. Jinki beruntung bisa memilikimu sebagai istrinya. Ku harap kali ini Kau dan Jinki bisa bahagia .”

* * *

Menikah muda memang keinginan Gweboon sejak kecil. Mengenakan gaun pengantin yang cantik dan mahal, adalah tujuan hidupnya. Apalagi jika mas kawin yang diberikan untuk menikahinya adalah cincin berlian. Gweboon tentu saja senang.

Tapi, untuk saat ini. Masalahnya ada pada mempelai prianya..

Seharusnya seorang anak lelaki dengan marga Choi bukan Lee lah yang menjadi pasangannya. Gweboon bahkan tak pernah membayangkan satu kalipun, kalau pria lain lah yang akan menikah dengannya. Bukan Choi Minho.

Choi Minho yang Gweboon suka.

“Sekarang saatnya bertukar cincin”

Jinki menghadap ke arah Gweboon, Gweboon yang semula tengah sibuk dengan pikirannya tersadar dan menoleh balik ke arah Jinki yang sudah memasang senyum.

Jinki.

Di hari pernikahan mereka, ia mengenakan tuxedo putih yang serasi dengan gaun Gweboon. Jinki juga mengenakan dasi kupu-kupu  hitam yang terlihat lucu. Rambutnya juga entah sejak kapan menjadi sedikat ikal dengan warna kecoklatan. Tampan, banyak yang sudah memujinya. Dan Gweboon juga sedikit membenarkan.

Gweboon tersenyum sedikit untuk membalas senyum Jinki.

Dan merekapun memasangkan cincin di jari manis masing-masing. Jinki memasang cincin di jari manis Gweboon, dan Gweboon memasangkan cincin di jari manis Jinki.

Jinki sebenarnya tidak seburuk yang Gweboon bayangkan, hanya saja…dia terlalu tua. Ah, benar-benar tua karena sekarang dia sudah menikah. Seandainya belum, mungkin dia masih bisa dibilang muda.

“Sekarang pengantin pria bisa memberikan ciuman pada pengantin wanita.”

Gweboon, tiba-tiba gugup saat mendengar kata ’ciuman’ barusan. Sementara Jinki nampak santai sambil mendekatkan tubuhnya ke arah Gweboon.

Tidak ada cara untuk menghindar. Lagipula, Jinki sudah menjadi suami resminya sekarang. Ciuman? seharusnya tidak masalah. Gweboon sering berciuman dengan micky yoochun. Tapi rasanya kali ini pasti berbeda. Karena Jinki tidak berbulu seperti kucing kesayangannya itu.

Plukkk~

Bukannya mencium Gweboon, Jinki justru memeluk tubuh Gweboon.

Dan Gweboon,  dikutuk menjadi patung untuk beberapa saat.

“Terimakasih karena sudah menerimaku,” ucap Jinki berbisik lembut di telinga Gweboon. Dan membuat kutukan Gweboon lenyap saat melihat Jinki yang tersenyum.

Mata sabitnya seperti ikut tersenyum bersama bibirnya, dan garis pipinya yang terangkat terlihat lembut, seolah sedang membentuk kata ’terimakasih’.

Gweboon tak menyangka Jinki bisa manis seperti ini di pernikahan mereka. Sementara Jinki masih memasang senyum.

Gweboon sepertinya benar-benar suka senyum itu…

Dia ingin melihatnya lagi..

Lagi..

Lagi..

dan..

La…

“YA! GWEBOON.. Apa yang sedang kau lakukan? Orang-orang sudah menunggumu!”

Gweboon terhanyak.

Dan menyadari Jinki yang manis lagi-lagi hanya khayalannya.

Sementara Kim Kibum berdecak untuk yang ke sepuluh kalinya. Ada apa dengan putrinya? Dari tadi dia memanggil dan Gweboon hanya memasang senyum aneh yang terlihat mesum.

Kibum tak tahan lagi. Jika Gweboon tidak menikah dengan Jinki hari ini. Dia mungkin akan membatalkan pernikahan ini. Bukan, bukan karena alasan putrinya yang tak menyukai atau menolak pernikahan ini. Tapi karena Eunsook.

Ah..Kibum melihat Eunsook hari ini, mengenakan gaun berwarna ungu tua yang seksi. Rambut Eunsook dibuat galung tinggi yang terlihat cantik. Dan senyum bahagia Eunsook membuat Kibum melayang melihatnya.

Kibum bisa saja mengganti pernikahan Gweboon-Jinki, dengan pernikahannya dengan Eunsook. Tapi akalnya masih waras, jadi dia tidak akan mengorbankan nasib putrinya hanya untuk obsesinya yang tak masuk akal itu.

“Gweboon, sampai kapan kau akan berdiri disana?”

Gweboon akhirnya melangkah pelan ke hadapan Kibum.

“Appa!”

Mendengar Gweboon yang memanggilnya dengan nada memelas. Membuat Kibum luluh. Dia mengerti sekarang.

Gweboon mungkin sedang galau karena sebentar lagi akan melepas masa lajangnya. Dan Kibum tau, itu sangat berat bagi anak seusia Gweboon.

“Kamu pasti akan bahagia, putriku!” ucap Kibum sambil memeluk Gweboon.

Gweboon benar-benar sudah besar. Bahkan tinggi badan Gweboon sudah sejajar dengan Kibum.

Kibum bahkan tak percaya dia dapat membesarkan Gweboon sampai sebesar ini, tanpa kehadiran Minjung.

Sementara Gweboon menatap bingung sang Ayah yang tiba-tiba memainkan melodrama di depannya.

Bagaimana ini..

“Appa!” panggil Gweboon lagi. Kibum justru menepuk pundak Gweboon sambil berucap, “Appa akan selalu mendukungmu dari belakang. Ini memang akan sulit di awal dan mungkin akan terasa sakit. Tapi percayalah, lama-kelamaan kau akan terbiasa menahannya.”

Gweboon meringis, “Jadi appa suruh aku menahannya?” Kibum mengangguk untuk menjawab. Dan Gweboon rasanya ingin menangis.

Melihat wajah Gweboon seperti itu, semakin membuat hati Kibum tak leluasa. Dia tiba-tiba juga ingin menangis.

Oh, sebenanya tidak seperti ini.

Gweboon tidak galau hanya karena akan menikah, dan melepas masa lajangnya. Dia hanya resah karena sakit perut, dan sepertinya ini panggilan untuk ’mengeluarkan sesuatu’.

Tapi dengan keadaannya yang memakai gaun pengantin serta make up putri kerajaan itu, bagaimana mungkin ia dapat ’mengeluarkan sesuatu’ itu dengan mudah. Dan lagi, ayahnya yang bernama Kibum.

Justru menyuruhnya untuk menahannya.

Ah…

“Apa yang sedang kalian berdua lakukan? Para undangan sudah mulai mengeluh dan kalian justru berpelukan ala teletubis?” ucap seseorang yang entah siapa masuk ke dalam ruangan tempat Gweboon dan Kibum berada.

Ayah dan anak itu tidak peduli sama sekali. Sang ayah justru memeluk sang anak semakin erat. Dan sang anak semakin ingin menangis, karena perutnya terasa benar-benar sakit. Dan ’sesuatu’ yang harus ditahannya justru sepertinya memaksa untuk keluar.

Bagaimana jadinya acara pernikahan ini?

—-To Be Continued——

READ MORE FANFICTION ‘I Need a Kiss’

I Need a Kiss Season I (Sequel )
|| Teaser | Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 | Part 5 | Part 6 | Part 7 | Part 8 | Part 9 | Part 10 | Part 11 [END] ||
I Need a Kiss Season II (Sequel )
( Part 1 | Part 2 [END] )

A/N : Yeah..finally, karena ini permulaan chapter 1&2 langsung aku post bersamaan. Untuk selanjutnya 1 chapter 1 minggu :D. Jangan lupa komentarnya ya!

Penulis: Rasyifa

♥ Ordinary Girl, who loves rain sound.

80 thoughts on “SHINee Fanfic Romance Comedy // I Need a Kiss – Part 2

  1. astajimmm gweboon kamu lg nahan apa? pikiranku kemana mana nih >_< ga lucu klo tiba2 suasana tempat nikah jd berubah berbau sesuatu wkwkk awww jinki bs tawarin aku jg ga cincin berliannya /mupeng/ hahaa duhh sifat jinki di ff beginilah yg bikin klepek2 *-*

    Suka

  2. ya ampunn jinki pelitnya kebangetan
    ngakak gajelas baca ff ini, apalagi pas bagian micky yoochun, aku kita yoochun jyj eh ternyata kucing wkwkwk

    Suka

  3. Pak tua pelit, hahaha
    lucu banget, biar kapok tuh orang

    Suka

  4. Aigoooo..
    Mwahahahahahaahahha
    “Tahan” dulu gweboon
    Wakakakakakakk
    #guling-guling

    Minho tu ga je deh, gweboon terus di PHP’in, dan giliran gweboon punya cwo, eh dy cemburu..
    Lucu deh, disini selalu ditekankan: “jinki gx tua, dy belum menikah” wkwkwkwk
    #ketawa garing
    Jinki gx pelit, tp hemat dan sehat (kemana2 pake sepeda). Buktinya ia beliin gweboon cincin berlian yg mahal. Trus gmn y nasib ‘ramuan’ yg dikasi jjong ke jinki ya?

    Suka

  5. Jinki jangN minum”!”!!

    Suka

  6. Pelit tingkat dewa dehhhh.. lanjut eonn

    Suka

  7. ya ampun.. hahaha… jinki gweboon pasangan paling bikin ngakak lah. absurd bgt ini berdua… lucu bgt, jinki orang kaya pelit uda gitu kemana2 naik sepeda. gweboon apa pula itu kebelet pup XD

    Suka

  8. Ceritanya kocak aselik wkwkwkwk

    Ngebayangin jjong jadi dukun kok rasanya pengen ketawa yak

    Suka

Feedback. . .♥