Rara Story

Mejor opción es ser tu mismo

Onew Fanfic Sad // Gwenchana Part 4

40 Komentar

Gwenchana

  • Genre : Marriage Life, Romance,  Sad, Straight, Life, Family.
  • Rating : Teen (PG-15)
  • Length : Chaptered / sequel
  • AN : RCL, Please! Please! Please!
  • Summary : Tidak apa-apa, aku akan tetap berdiam diri meski tak ada yang menghiraukan keberadaanku.
    Meski ini memalukan, tak apa-apa. Bagiku ini adalah pengorbanan untuk mendapatkan kebahagian.
    Aku sakit? Jawabannya adalah ya. Tapi tidak apa-apa. Karena aku yakin Tuhan pasti akan memberikan akhir yang indah untuk cerita ini. ingatlah, pelangi itu muncul setelah hujan lebat turun. Tak ada pelangi tanpa adanya hujan.

Gwenchana

2012©Rasyifa

Yang bodoh disini adalah aku. Dan yang tersakitipun adalah aku. Lihat saja mereka, kadang tertawa dan nampak asyik saat bersama. Ini bagus, bukankah ini yang kau inginkan Jieun? Sekarang bagaimana. Bukankah kau bilang ini adalah kebahagiaanmu. Jangan menjadi orang bodoh yang menghianati ucapannya sendiri.

Keinginanku tercapai, Jinki kini menemukan perempuan lain selain aku. Nama perempuan itu Yoona, dan ibu mertuaku menambahkan kalau perempuan itu dulu adalah mantan kekasih Jinki saat menempuh pendidikan di universitas. Sebenarnya, tidak bisa ku pungkiri kalau karena hal itu sesuatu mencolos dari dalam dadaku. Entah perasaan apa itu. Bisakah ku sebut itu dengan rasa bahagia?

Mereka memang belum menikah, mungkin rencananya sekitar satu minggu lagi. Setelah kejadian aku memaksa Jinki kemarin, Jinki tak pernah lagi bersikap seperti dahulu. Dia lebih terkesan tak mempedulikanku. Aku anggap ini sebagai hadiah terindahnya untukku.

Jika aku berada di posisi Jinki. Aku juga pasti akan bersikap seperti itu. Bagaimanapun, aku sudah bilang padanya bahwa aku menganggapnya barang-kan. Tentu itu menyakitinya.

“Hueek..” Ya Tuhan. Belakangan ini aku juga semakin sering mual. Sepertinya kematianku  benar-benar akan dekat. Baguslah, dengan begitu aku tak perlu merepotkan siapapun lagi.

“Jieun~ssi, bisa menemaniku merangkai bunga?” aku menolehkan pandangan menuju asal suara. Tepat di belakangku, gadis berambut panjang gelombang itu berdiri. Bibirnya yang tipis tersenyum ke arahku. Cantik. Teramat cantik malah, dan aku tentu bukan apa-apa jika dibandingkan dengannya.

“Jieun~ssi?”

“Ah..ne?”

“Apa kau bersedia menemaniku merangkai bunga di taman?” terdiam sesaat. Sebenarnya ingin sekali menolak ajakan itu, tapi entah apa yang mendorongku untuk berpikir sebaliknya. Dan sekarang.. aku justru telah duduk di atas kursi rodaku, dimana seorang gadis cantik telah berbesar hati mendorongnya untukku. Bukannya merasa senang atas hal ini, disini aku justru merasa semakin menyedihkan. Ya, benar-benar menjadi perempuan yang sangat menyedihkan.

*

*

*

“Bunga Lili itu cocoknya dengan daun yang lebar seperti ini, atau daun sejenis sulur-suluran. Kalau yang kamu pegang itu cocoknya untuk bunga tulip jingga ini, Ji Eun!” aku terdiam dengan setangkai daun berbentuk sejajar dan setangkai lili putih yang telah di rebut paksa oleh Yoona. Entah aku saja yang memang terlalu sensitive atau memang ini kenyataan. Dari tadi, apa yang aku lakukan selalu salah di matanya. Tak ada satu rangkaian bunga pun yang berhasil aku buat, karena sedari tadi Yoona selalu menyalahkan rangkaian bunga yang ku pilih.

Yeobbo!” suara lembut yang khas itu. Aku segera menolehkan kepalaku, dan aku sadari seorang gadis di sampingku pun juga ikut menolehkan kepalanya ke arah suara itu.

Disana. Seorang lelaki bertubuh tinggi berdiri, tubuhnya dibalut dengan kaus berlengan tiga perempat berwarna putih dan celana jeans hitam. Tampan dan terlihat sempurna di mataku.

Tap

Tap

Tap

Lelaki itu melangkah mendekat pada kami, aku dan Yoona, sambil memamerkan senyum manis yang khas. Lelaki itu Lee Jinki, suamiku. Dan dengan tulus, aku membalas senyuman itu dengan senyumanku.

Tap

Tap

Tap

Greepp

Ngilu. Saat lelaki itu justru berhenti di depan gadis lain di sampingku. Dan tangan kekar itu dengan lembut mengusap rambut panjang bergelombang milik gadis tersebut.

“Yeobbo! Sudah ku bilang kau temani appa minum kopi saja. kenapa justru ikut ke sini. Ini waktu khusus untuk para perempuan!” Yoona, gadis itu mencubit pelan perut Jinki. Membuat Jinki meringis kesakitan. Dan membuat aku semakin merasa ngilu.

Jieun kau benar-benar bodoh dan payah!!

“Aku merindukanmu…Yoona!”

*

*

*

Silahkan kalian meledekku sebagai seorang penjilat. Kalau perlu ambillah beberapa gelas air kemudian guyurkan air itu ke atas kepalaku. Agar aku semakin sadar, bahwa aku benar-benar perempuan bodoh.

Aku menangis, dalam isakan yang mungkin tak bisa dibilang pelan. Sesak bahkan sejenak aku melupakan cara bernafas.

“Aku merindukanmu…Yoona!”

Mendengar Jinki berucap seperti itu, membuatku merasa ada yang mengganjal. Ucapan itu bukan diperuntukkan untukku. Melainkan perempuan yang ada di sampingku. Tuhan, aku pikir ini tak akan sesakit ini tapi ternyata…

Hah, kebahagian? Sesulit inikah untuk mendapatkanmu. Tak bisakah aku mendapatkannya dengan cara yang instan? Aku takut jika akhirnya aku menyerah sebelum aku mendapatkan apa yang aku mau.

“Hueekk..Huekkk” akh..aku mual lagi. Sepertinya besok aku akan meminta bantuan paman Kim untuk mengantarku ke rumah sakit.

*

*

*

“Yoona, pagi-pagi kau sudah bangun dan menyiapkan semua ini! kau benar-benar calon menantu yang berbakti!” ibu mertuaku tersenyum puas saat menuruni anak tangga dan melihat rentetan menu sarapan yang menggiurkan. Ada roti bakar, nasi goreng, sosis panggang, omlet dan bahkan bubur yang diatasnya dihias asap yang  masih mengepul indah.

“Tante bisa saja. aku tak melakukannya sendiri. Ini juga berkat bantuan Jieun!” aku tersenyum kecil mendengar Yoona menyebutkan namaku yang sebenarnya tak usah disebutkan pun tak apa karena nyatanya aku hanya…

Tap

Tap

Tap

Saat itu aku melihat Jinki turun dari anak tangga sambil sibuk mengancing lengan kemeja putihnya. Dan dia berhenti melangkah saat mendengar Yoona menyebutkan namaku. Dia memandangku datar sejenak, yang tak bisa aku artikan apa arti dari tatapan itu.

“Memang apa yang dilakukan perempuan ini?” ibu mertuaku mendorong kursi di depanku, dan mendudukinya. Kemudian dengan cekatan Yoona memberikan serbet dan membalikkan piring di depan ibu mertuaku duduk, dia benar-benar terlihat seperti pelayan restoran bintang lima.

“Dia yang menyusun garpu serta sendok di atas meja!”

Nyiuutt

Kedua pundakku terasa turun seketika saat mendengarnya. Jujur, aku malu. Disaat Yoona dan perempuan lainnya mahir beradu dengan segala bumbu di dapur dan mengolahnya menjadi makanan, aku justru hanya bisa menyusun garpu dan sendok di atas meja. Yang mana, setelah melakukannyapun aku perlu menarik nafas berulang-ulang karena merasa letih. Payah bukan?

“Menyusun garpu dan sendok saja apa bagusnya, ya kan Jinki?” aku tak berani mengangkat kepalaku dan menatap wajah Ibu mertuaku maupun wajah Jinki, yang mungkin sekarang ada di hadapanku. Aku hanya memandang ujung kursi rodaku. Disaat seperti ini, aku justru berharap kejadian seperti dahulu terjadi lagi. Dimana Jinki dengan tegas melawan ibunya dan membawaku pergi dari hadapan ibunya. Hanya sekedar untuk membuatku membaik.

“Ne eomma!”

Grepp

Tapi kenyataan tetaplah kenyataan. Kita tak pernah bisa lari dengan yang namanya ‘kenyataan’, kita hanya bisa menerimanya dan menjalaninya, tentu saja.

Tidak apa-apa, aku akan tetap disini meski semua kenyataan yang dulu pernah terjadi telah berubah darastis.

Tidak apa-apa, aku akan tetap berdiam diri meski tak ada yang menghiraukan keberadaanku.

Meski ini memalukan, tak apa-apa. Bagiku ini adalah pengorbanan untuk mendapatkan kebahagian.

Aku sakit? Jawabannya adalah ya. Tapi tidak apa-apa. Karena aku yakin Tuhan pasti akan memberikan akhir yang indah untuk cerita ini. ingatlah, pelangi itu muncul setelah hujan lebat turun. Tak ada pelangi tanpa adanya hujan.

*

*

*

“Saya belum bisa memberikan resep obat dan memastikan apa yang terjadi dengan anda sebelum hasil tes lab keluar. Tapi untuk mencegah rasa mual itu kembali datang, saya anjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak mengandung garam atau rasa asam!” aku hanya mengangguk-angguk kecil beberapa kali. Aku mendengar apa yang dokter Jang ucapkan tapi rasa mual dan pusing yang menyerangku jauh lebih menyita perhatianku daripada penjelasan dokter.

“Baiklah, terimakasih kalau begitu dan saya permisi dulu dok!”

“Silahkan nyonya Lee!” aku menundukkan kepalaku sebagai tanda ucapan terimakasih karena doketr Jang sudah berbaik hati mengantarku hingga depan ruangannya, bahkan dia juga membukakan knop pintu, sehingga aku tak perlu repot lagi.

“Nona sudah selesai?” Paman Kim, supir keluarga Jinki segera menyambutku setelah aku keluar dari ruangan dokter Jang. Beginilah nasib perempuan lemah, hidup tak pernah luput dari tangan-tangan orang lain.

*

*

*

Setelah pergi dari rumah sakit, aku memutuskan untuk menemui eomma sebentar. Sudah lama aku tak berkunjung ke tempat eomma. Dan aku benar-benar merindukannya.

Aku mengeletakkan sebuket bunga mawar putih di atas makam eomma. Ya,benar. Eomma ku sudah meninggal. Tepatnya, tiga bulan setelah aku menikah dengan Jinki. Aku terpuruk waktu itu, merasa kehilangan sosok matahari yang menyinari bumi, hingga aku tak merasakan hadirnya siang. Hanya malam bersama sang bulan yang pijar. Hanya kesedihan dan kedukaan yang aku jalani bersama sang bulan, suamiku, Lee Jinki.

“Eomma..aku hanya mempunyai satu bulan. Tapi sepertinya bulan itupun akan menjauh ke planet lain. Jika bulan itu meninggalkan Jieun juga seperti eomma. Apa Jieun masih bisa bernafas?”

Tes

Tes

Tes

“Sebenarnya Jieun yang bodoh. Bulan itu bahkan tak pernah ingin meninggalkan planet tersebut. Tapi sang planet yang keras kepala lah yang memaksa sang bulan untuk pergi ke planet lain. Sang planet terlalu angkuh, padahal diapun sadar tak bisa menciptakan kehidupan tanpa sumber sinar. Sekarang sang planet hanya tinggal menunggu waktu!”

Tes

Tes

Tes

“Tapi tak apa-apa eomma. Mungkin bulan tersebut akan jauh lebih bersinar terang di planet lain. Jadi tak perlu cemas. Bukankan untuk sesuatu yang lebih indah kita harus mengorbankan hal yang lainnya! Mungkin itu pemikiran orang bodoh, tapi Jieun menyukainya! Jadi Jieun harap eomma tak perlu khawatir. Jieun bahagia dengan keadaan yang Jieun alami sekarang. Ahya  Eomma, jika tiba saatnya nanti. Jieun ingin eomma yang akan menjemput Jieun ya?”

“Baiklah eomma, Jieun pamit dulu. Jika ada waktu lagi. Jieun pasti akan mengunjungi eomma lagi!”

*

*

*

Membolak-balik halaman majalah yang tadi sempat aku beli sehabis pergi ke makam eomma. Sore ini aku merasa lebih baik dari sore-sore sebelumnya, bahkan tak seperti kebiasaanku sebelumnya. Aku menyalakan musik kali ini dan mendengarkan beberapa lagu klasik yang membuatku merasa tenang. mungkin karena tadi aku sempat bercerita dengan eomma, maka rasa sakit dan sesak yang biasanya selalu muncul itu hilang perlahan-perlahan. Ternyata apa yang dikatakan orang itu benar. Dengan bercerita bebanmu akan sedikit berkurang.

Tit

Click

Zzzzz

Aku menengadahkan kepalaku, mendongak dari halaman majalah. Dan betapa terkejutnya saat menemukan Jinki yang tepat ada dihadapanku. Tapi kenapa dia mematikan musicnya?

“Membaca majalah, mendengarkan musik?” ucapnya sambil mengangkat sebelah alisnya. Sementara kedua tangan nampak terlipat di depan dada. Aku? Aku justru hanya bisa mengerjap-erjap bingung. Bingung darimana dia muncul. Bingung kapan dia muncul. Bingung kenapa dia mematikan musik.

“Ne?”

“Ck! Heh!” sekarang dia justru melangkah menjauh.

Satu langkah

Dua langkah

Tiga langkah

“Dari mana saja kau?” aku kembali terhenyak saat Jinki tiba-tiba kembali berbalik menatapku.

“Aku?”

“…….”

“Aku tadi pergii…!”

“Ck, ya sudahlah!” belum sempat aku melanjutkan ucapanku Jinki kembali memotongnya, dan yang membuat semakin aneh. Dia tiba-tiba naik ke atas ranjangku dan masuk ke dalam selimut. Meski dia berbaring membelakangiku, ini tetap aneh. Bagaimanapun sudah seminggu lebih kami berpisah tempat tidur. Hal ini dikarenakan hari pernikahan Jinki dan Yoona yang tinggal menghitung hari.

*

*

*

“Huekk..Huekk…huekk!” aku bangkit dan berjalan menuju ke arah toilet di dalam kamarku. Terbangun disela tidur nyenyak, karena rasa mual yang kembali mendera.

Srrrr

Membasuh permukaan wajah dengan air keran yang mengalir. Dan tiba-tiba..

Degh

Aku takjub dengan keadaanku sendiri. Kenapa aku bisa berjalan? Maksudku..selama ini aku memang tidak lumpuh, aku bisa berdiri sebentar. Meski setelah itu aku akan sesak nafas. Tapi sekarang, aku bahkan ingat..bahwa tadi aku sedikit berlari ke arah kamar mandi.

Tuhan..ada apa ini?

“Kau kenapa?” Jinki yang entah sejak kapan. tiba-tiba sudah masuk ke dalam kamar mandi dan menghampiriku. Diapun sama takjubnya saat melihat aku yang mampu berdiri.

“Kau?”

“Jinki, aku…?”

“Bagaimana mungkin?”

“Ini ajaib. sama sekali tidak sesak. Ini sungguh baik!”

“Apa ini nyata?”

Aku memberikan senyuman pada Jinki untuk jawaban pertanyaannya. Tak berharap dia membalas senyumanku. Cukup agar dia tahu bahwa aku sedang membagi kebahagian yang sedang aku rasakan. Masih ingat, apa yang pernah aku katakan dulu. Asalkan saling tersenyum bersama maka tak apa. Kebahagian itu akan datang secara perlahan.

Tap

Tap

Tap

Jinki mendekat ke arahku, tapi bukan sambil tersenyum dia justru menitikkan airmatanya saat melihatku. Dan Ketika jarak kami hanya tersisa satu langkah, Jinki tiba-tiba kembali mundur sambil menggeleng kacau. Kenapa?

“Jieun!! Maaf!”

“Untuk apa?”

“…..”

*

*

*

HAH….

Aku terbangun, dan mendapati tubuhku dipenuhi keringat. Jadi, itu hanya sekedar mimpi. Ya, aku yang bisa berlari ke kamar mandi itu hanyalah sekedar mimpi indah.

Tes

Tes

Ah..untuk apa menangis? Hanya karena tidak bisa berlari? Bukankah itu sudah dari dulu aku rasakan. Kenapa semakin hari aku justru semakin cengeng.

“Apa dadamu sesak?” aku menoleh ke arah samping saat mendengar suara seseorang. dan kutemukanlah Jinki disana. Matanya nampak merah dan berair. Kepalanya ia tundukkan seolah menyembunyikan semua itu.

“Tidak, aku baik-baik saja. hanya sedikit mual!”

“Tadi kau mimpi apa? Aku hampir ketakutan. Saat melihatmu tersenyum dan tiba-tiba berteriak aneh!”

“Hanya mimpi aneh yang tak masuk akal!”

“Oh. Kalau begitu baiklah!”

Hening.

Tak biasanya, suasana diantara kami menjadi canggung seperti ini. biasanya Jinki selalu memecahkan kebisingan dengan bermanja-manja denganku. Kekanakan. Tapi jujur, akupun menyukainya. Dan sekarang, aku merindukannya..

“Ehem..besok itu, pernikahanmu bukan?” ucapku yang entah kenapa menjadi tertarik untuk membahas hal yang sebenarnya juga membuatku sakit.

“Ya!”

“Selamat ya! Aku harap Yoona bisa membahagiakanmu!”

“Terimakasih!”

Aku memang bodoh. Mengucapkan selamat pada lelaki yang masih berstatus resmi menjadi suamiku yang akan menikah. Tapi aku merasa jauh lebih bodoh, jika aku tiba-tiba menangis dan meminta Jinki membatalkan pernikahan ini. bagiamanapun..pernikahan ini ada karena keinginanku sendiri. Tidak ada hubungannya dengan yang lain.

*

*

*

Aku melihat Yoona yang nampak sangat cantik dengan balutan dress wedding berwarna putih tulang. Rambut panjangnya, digalung tinggi dan dihias mahkota mungil berwarna perak yang anggun. Cantik sekali. Dia benar-benar terlihat seperti seorang putri dalam cerita dongeng.

“Kau cantik Yoona!” ucapku sambil memberikan senyuman terbaikku. Berusaha menjadi orang kuat, yang tak terlihat sakit. Berusaha terlihat bahagia di hari yang indah ini.

“Terimakasih!” ucapnya yang membuat aku semakin iri padanya. Dia menjawabnya sambil tersenyum. Dan senyumannya itu jauh lebih manis dari senyumanku. Dan aku yakin senyuman itu bukan senyuman terbaik yang ia punya. Dia pasti bisa tersenyum lebih cantik lagi.

Hari ini adalah hari pernikahan Jinki dan Yoona. Pesta yang mereka rayakan sangat sederhana, dan tak banyak tamu diundang. Mengingat ini pernikahan kedua Jinki dan aku tak tau atas dasar apa selebihnya. Bahkan Yoona hanya meminta keluarga intinya saja yang diundang, tak ada sahabat-sahabat karibnya. Begitupun dengan Jinki. Tapi meskipun begitu, pernikahan ini dihias dengan ornamen-ornamen yang sangat cantik.

“Huek!” Kenapa aku mual lagi?

*

*

*

Saat membersihkan noda di bibirku dengan air keran. Handphoneku yang aku letakkan di atas pangkuan pahaku tiba-tiba berdering, mengusik kesenyian di toilet yang sepi.

“Hallo?”

“Hallo Nyonya Lee. Saya Doketer Jang. Maaf mengganggu anda. Tapi ini darurat!” perasaanku mulai tak enak saat kata terakhir itu terdengar. Telfon ini dari dokter Jang, dokter yang menanganiku saat ini. dan sepertinya ada kabar buruk tentang tubuhku ini. apa jangan-jangan hasil labnya sudah keluar?

“Hem..saya siap mendengarnya dokter!”

“Tes lab hasil pemeriksaan anda sudah keluar. Dan anda positif nyonya!”

“Positif apa?”

“Positif hamil. Dan usia kandungan anda sudah mencapai 3 minggu!” sesuatu dari dalam dadaku berdebar. Seolah baru saja mendapatkan serbuan peluru. Aku tak tahu, harus bersikap seperti apa. Haruskah aku merasakan senang? Atau justru…

“Mengingat kondisi anda yang tidak memungkinkan untuk hamil. Maka saya dengan cepat menghubungi anda sebelum terlambat. Kita bisa menggugurkan janin itu, sebelum tumbuh dan berkembang lebih jauh!” suara berat itu masih terdengar jelas di telingaku. Tapi lagi-lagi aku tidak terlalu menggubrisnya. Neutron otakku lebih memilih bergulat dengan kenyataan yang sekarang aku hadapi.

Aku hamil?

Haruskah aku bahagia dan tertawa. Tapi kenapa kenyataan ini hadir disaat yang tidak tepat. Di hari pernikahan Jinki dan Yoona. Haruskah aku memberitahukan kenyataan ini.

Ku pegangi perutku, mengelus lembut dan entah kenapa aku menjadi tambah aneh. Aku tersenyum tapi juga menangis.

“Jinki aku hamil! Aku harus bagaimana?” gumamku pelan sedikit menahan isak. Aku tak tahu, apa yang harus aku lakukan. Jika aku memberitahukan semua ini, maka kemungkinan pernikahan ini akan batal atau paling tidak aku akan merusaknya. Tapi jika aku tak memberi tahukannya. Bagaimana dengan nasib anakku ini.

“Tuhan..bagiamana ini?”

~ To Be Continued ~

“READ MORE GWENCHANA”

Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 | Part 5 | Part 6 [END] | Side story

 

Penulis: Rasyifa

♥ Ordinary Girl, who loves rain sound.

40 thoughts on “Onew Fanfic Sad // Gwenchana Part 4

  1. Ping-balik: Onew Fanfic Sad // Gwenchana Part 3 | R A R A S T O R Y

  2. Ping-balik: Onew Fanfic Sad // Gwenchana Part 2 | R A R A S T O R Y

  3. Ping-balik: Coming Soon Fanfiction // “Gwenchana” | R A R A S T O R Y

  4. Wow thor, keren banget niehh!! XD

    Suka

  5. Entah hatinya jieun itu terbuat dr apa. jujur klo jd jieun aku bisa bunuh diri dengan terjun dr namsan tower. oke ini lebay ..
    tapi aku berharap jinki ga jd nikah sm yoona. YES. harapan kecil bella….

    lagi lagi buat aku mewek walau ga maksimal kak rara. good ff. keep writer kak rara ^^ selalu selalu keren kece badai ffnya ^^

    Suka

  6. Ceritanya sedih 😭, kata”nya itu berasa banget dihati.

    Suka

  7. Sakitnya tuh nyessss banget. Aku bisa bayangin jadi jieun, dapat kabar hamil di saat suami tercinta akan menikah dgn wanita lain. Hiksss jieun sabar yah

    Disukai oleh 1 orang

  8. tahhh kenapa ,a jinki koq semakin menjauh, apak karna sakit hati ma jieun, tapi kan kasian jieun ndk ada yang perhatian ma dia, dan kyaknya yoona ini agak jahat dech hem liat aj dech di part 4 ok 😀

    Suka

  9. Wahhh jieun hamil.. Jinki jgn nikahhh

    Suka

Feedback. . .♥